KUNINGAN, - Hasil tes kromosom yang dilakukan Leli Safita Lidianingsih (29 tahun) sudah diketahui dan dinyatakan laki-laki. Hasil tes tersebut dikeluarkan RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 2018 silam.
Setelah hasil diketahui, Leli menjalani serangkaian pemeriksaan fisik dan laboratorium lainnya hingga pada akhirnya bisa dilakukan operasi penurunan testis ke skrotum.
Setelah berhasil menjalani operasi, ia pun langsung mengajukan permohonan pergantian jenis kelamin dan nama ke Pengadilan Negeri Kuningan dengan nomor perkara 48/Pdt.P/2023/PN.Kng yang putusannya dikeluarkan 28 Agustus 2023.
Setelah keluar putusan PN Kuningan, Leli Safita Lidianingsih kini berganti nama menjadi Billy Septian Mandahanggara dan jenis kelaminnya berganti menjadi laki-laki.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Billy mengalami sakit kelainan kelamin sejak lahir sehingga ia tercatat sebagai perempuan.
Billy menceritakan, mengingat keterbatasan ekonomi dan pengetahuan. Sehingga selama sekolah hingga usianya menginjak usia 29 tahun harus berpenampilan layaknya perempuan.
"Saya baru bisa menjalani konsultasi maupun pengobatan pada tahun 2018, hasil tes kromosom dinyatakan laki-laki 46 XY. Itu hasil pemeriksaannya dari laboratorium Eijkman RS Cipto Mangunkusumo," ujar Billy melalui sambungan seluler, Rabu (6/2/2023).
Dikatakan Billy, tes kromosom itu dilakukan sekali. Pada awal tahun 2023 itu, pemeriksaan fisik, hormon, organ dalam seperti rahim dan struktur kelaminnya apakah lelaki atau ada kelainan.
"Jadi yang saya jalani bukan hanya pengecekan kromosom saja, di bulan Maret 2023 baru mulai dilakukan tindakan operasi di RSUD Dewi Sri Karawang. Kalau perasaan saat mengetahui tidak mengalami haid dan tumbuhnya payudara tentu sangat down, tertekan, malu, dan tekanan batin. Banyak pertanyaan yang tak punya jawaban karena keterbatasan pengetahuan dan biaya," kata Billy.
Apalagi waktu masih kecil, lanjut Billy, bicara ke orangtua itu tidak punya keberanian karena mungkin stereotypenya ketika dilahirkan itu dinyatakan perempuan.
"Prilaku dan segi berpakaian saat di rumah seperti laki-laki, yang dikenalnya hanya sebagai perempuan tomboy. Jadi pada saat tidak mengalami haid dan tidak tumbuh payudara baru menyadari saya ini laki-laki yang pada akhirnya jadi pertentangan, makanya gak ada keberanian speek up. Cukup bisa dirasakan sendiri," tutur Billy.
Saat berlangsung usia SMP, ia menyebutkan, tidak mengalami haid dan tumbuh payudara seperti wanita pada umumnya. Otomatis merasa minder, malu. Beranjak ke SMA, balik lagi ke waktu. Karena sudah tercatat perempuan mungkin memang ditakdirkan seperti perempuan akhirnya berjalan saja sampai bisa melakukan konsultasi dan pengobatan.
"Pengaruh besar keterbatasan pengetahuan pada orangtua, apalagi kita tinggal di kampung kecil Kabupaten Kuningan yang mungkin pada zaman dulu itu belum banyak bidan atau medis. Tidak seperti sekarang ini perkembangan bayi pada saat dalam kandungan bisa diperiksa oleh USG kehamilan, kalau awal kelahiran. Orangtua tahu bahwa saya ini cacat kelamin mungkin bisa dilakukan pengobatan sejak kecil, meski keterbatasan ekonomi pasti orangtua akan memperjuangkan itu," ujarnya.
0 Comments