KUNINGAN- Sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur atau para pendahulu, Wakil Bupati Kuningan H. M Ridho Suganda, SH., M.Si, mengajak masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya dan tradisi peninggalan nenek moyang. Menurutnya, tradisi merupakan cerminan budaya dan kearifan lokal dari suatu daerah.
“Saya atas nama pribadi, mengapresiasi warga Lingkungan Cisampih yang tetap mempertahankan tradisi dan budaya lokal dengan menggelar acara Tutulak Bala. Karena, selain upaya pelestarian nilai-nilai budaya dan kearifan lokal, inti dari ritual ini adalah memanjatkan do’a kepada Allah SWT, agar kita semua terhindar dari malapetaka dan marabahaya. Juga sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan, Manusia dan Alam,” tutur Wakil Bupati Kuningan, saat menghadiri acara ritual “Tutulak Bala” (Tolak Bala) di Lingkungan Cisampih, Kelurahan Winduhaji, Kecamatan Kuningan, Kamis (11/8/2022) sore.
Wabup juga meminta, agar kekompakan warga terus dipertahankan, karena membangun daerah tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi dibutuhkan andil masyarakat. “Semoga semangat kebersamaan dan gotong royong yang sudah terjalin, dapat menjadikan Kabupaten Kuningan lebih maju dan masyarakatnya sejahtera,” ucapnya.
Selanjutnya Wabup berharap, agar masyarakat Lingkungan Cisampih, khususnya generasi muda dapat menjaga dan melestarikan acara Tutulak Bala yang merupakan tradisi warisan peninggalan nenek moyang, sebagai upaya memohon pertolongan Sang Pencipta dari segala malapetaka.
Sementara, Lurah Winduhaji Nana Sumarna, usai ritual menjelaskan, tradisi Tutulak Bala merupakan acara yang rutin dilakukan masyarakat di Lingkungan Cisampih setiap tahun. Dimana dalam ritual tersebut, lanjut Nana, diisi dengan do’a bersama agar masyarakat terhindar dari marabahaya dan bencana.
“Esensi dan substansi ritual Tutulak Bala ini adalah memohon perlindungan kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Karena bagi kepercayaan umat muslim, seluruh perlindungan dan daya upaya berasal dari-Nya,” ujar Nana.
Dalam ritual tersebut, dikatakan Nana, usai memanjatkan do’a bersama, selanjutnya dilakukan makan bersama yang diikuti ratusan warga setempat dari berbagai usia dan kalangan. Hal itu, sambungnya, sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah SWT.
“Setelah memanjatkan do’a bersama-sama, selanjutnya kami melakukan makan bersama. Dimana makanannya ini berasal dari warga, kemudian dikumpulkan dan dimakan bersama disini. Istilahnya, kita saling bertukar makanan agar bisa mencicipi makanan dari satu sama lainnya,” terangnya.
Sebagai informasi, ritual budaya Tutulak Bala/Tolak Bala, juga banyak dilakukan di daerah lain, namun dengan nama dan penyebutan berbeda. Seperti di masyarakat jawa disebut juga Sedekah Bumi, Ruwatan Bumi, dan Rebo Wekasan atau Mustakmir di masyarakat Arab yang ada di Indonesia.
(www.kuningankab.go.id)
0 Comments