KUNINGAN - Setiap tahunnya, tanggal 9 Februari selalu diperingati sebagai Hari Pers Nasional (HPN), dan menjadi tanggal istimewa bagi seluruh wartawan/jurnalis se-Indonesia.
Banyak kegiatan yang biasa dilakukan wartawan di tanggal ini, seperti halnya yang dilakuakan oleh para wartawan yang tergabung dalam organisasi PWI (Persatuan Wartawn Indonesia) Kuningan.
Sesuai penuturan Ketua PWI Kuningan, Nunung Khazanah, SIP., di program Badami Megaswara, Rabu (10/2/2021), selain turut dalam peringatan virtual bareng Presiden dan Kepala Daerah se-Indonsia, PWI Kuningan juga turut melakukan beberapa kegiatan seperti jiarah ke makam ketua PWI Kuningan Pertama, juga beberapa kegiatan sosial.
"Selain jiarah ke makam Ketua PWI Kuningan Pertama, Pak Budi Sukarno, kami juga melakukan potong tumpeng, dan juga donor darah di sekretariat PWI Ancaran" ungkapnya.
Sebagai organisasi, PWI sendiri merupakan salah satu organisasi kewartawanan paling tua di Indonesia dan telah resmi terdaftar di Dewan Pers. Dibentuk pada tahun 1946 di tanggal 2 Februari bertepatan dengan HPN.
Nunung merupakan ketua PWI Kuningan ke-7 dan merupakan wanita pertama yang berhasil duduk di kursi tertinggi PWI Kuningan, diakuinya pertama kali terjun di dunia jurnalistik pada tahun 1999 di salah satu media cetak di Jawa Barat.
Sebagai jurnalis senior, Nunung tidak menampik bahwa citra wartawan/jurnalis dewasa ini memang cukup ternodai akibat merebaknya wartawan-wartawan bodong.
Banyak oknum wartawan yang suka menyalahgunakan previlage-nya sebagai pencari informasi, dimana di pemerintahan desa, misalnya, keberadaan wartawan berubah menjadi momok yang menakutkan, dan jadi paling dihindari.
Menyikapi hal tersebut Nunung pun turut memberikan tips, agar dapat menghadapi para wartawan bodong. Tips pertama, tanya identitas/media di mana si wartawan bekerja, sekaligus pinta tunjukkan ID cardnya (kartu pers).
Kemudian, jika benar terbukti sebagai wartawan, tugas narasumber selanjutnya adalah hadapi dengan tenang, jawab, serta jelaskan segala pertanyaan yang diajukan.
"Dan kuncinya jangan pernah takut, jika memang benar tidak merasa melakukan hal di luar kewenangan, jelaskan saja ini buktinya, datanya, dll" ungkap Nunung.
Sementara untuk wartawan imbuhnya, juga harus diperhatikan jika pertanyaan yang diajukan menelisik dan malah seperti intel, bertanya bertubi-tubi (tidak memberikan kesempatan narasumber untuk menerangkan), itu bukan sikap seorang wartawan.
“Jika narasumber bilang off the record (boleh tahu tapi tidak boleh di publikasikan) itu hak narasumber, dan itu wajib dihormati.
Ketika narasumber sudah dijelaskan, ya sudah terima, toh ini fungsinya sebagai warta/pemberitaan" ujarnya.
Walau begitu, sebagai aparat pemerintahan yang baik jika telah dipastikan bahwa itu wartawan asli bukan bodong, maka sudah kewajibannya untuk memberikan penjelasan/keterangan, sebab secara ideologi wartawan/jurnalis sejatinya bekerja untuk masyarakat.
Sementara itu, ketua PWI Kuningan, di milad PWI dan perayaan HPN ini pun turut memberikan harapannya bahwa PWI Kuningan kedepan harus bisa lebih baik dan lebih berintegritas lagi sesuai dengan tema HPN 2021 yakni sebagai akselerator perubahan, bangkit dari pandemi dan bisa memulihkan sektor ekonomi.
“Untuk mencapai hal tersebut, tentu harus ada sinergitas antara pemerintahan dengan media. Dimana kedua elemen tersebut harus saling melengkapi dan bisa merubah keadaan yang saat ini berada di keterpurukan dari berbagai sektor,” jelasnya.
(Red/Badami)
0 Comments