KUNINGAN - Sudah jadi stereotip umum memang, jika kaum milenial 'ogah' menjadi petani. Namun tidak semua, hal ini nyata dibuktikan oleh kelompok petani muda milenial Kuningan yang dikenal sebagai 'Sirung Waluh'.
Sirung Waluh merupakan kelompok usaha yang bergerak di bidang budidaya (agro produksi) Labu Madu (Cucurbita Honeynut). Dirintis oleh 3 orang muda-mudi asli Kuningan, Didi Kurniasandi, Dede Chaerul, dan Titin Sintia.
Mengusung konsep GAP (Good Agricultural Practices) dan Pertanian Berkelanjutan, Sirung Waluh pun saat ini tengah membudidayakan Labu Madu di lahan seluas +- 1.000 m2, di Jl RE Martadinata, Cijoho, Kecamatan Kuningan, dekat bundaran.
Labu Madu sendiri menurut Didi (sapaan akrab) merupakan hasil persilangan antara labu biasa/lokal (Cucurbita Maxima), dengan labu Amerika (Cucurbita Moschata), dan masih tergolong budidaya baru di Indonesia, apalagi di Kuningan.
"Jika di luar negeri Labu Madu ini sudah lebih dulu booming dan cukup terkenal, bahkan pernah beberapa waktu lalu ada permintaan ekspor dari Indonesia ke luar negeri, biasanya ke Qatar" ungkap Didi.
Labu Madu disebutkan memiliki banyak keunggulan dibanding dengan labu biasa, seperti rasanya yang lebih manis (cenderung manis madu), bertekstur lebih pulen, dan juga punya banyak khasiat seperti yang dijelaskan USDA National Nutrient Data Base, dalam 100 gram Labu Madu, banyak mengandung vitamin A, C, E.
Kemudian karbohidrat, protein, kalium, kalsium, folat yang bisa bermanfaat untuk anti oksidan, kesehatan mata, mengobati gejala anemia, memperlancar pencernaan, program diet, juga bagus sebagai pendamping ASI.
"Intinya kita membudidayakan Labu Madu ini karena kebermanfaatannya yang banyak. Juga keuntungan lainnya itu kalau misalnya sudah di panen Labu Madu ini bisa tahan sampai 6 bulan." jelasnya.
Didi yang merupakan inisiator dari Sirung Waluh pun menuturkan bahwa hadirnya Sirung Waluh, ingin juga memberi hal positif bagi pertanian di Kuningan. Dimana Sirung Waluh tidak hanya berfokus pada pertaniannya saja namun juga ke arah lingkungan, serta sosial.
"Misalnya saja di ladang Labu Madu ini kami tidak menggunakan pupuk kimia. Juga dalam hal sosial, kami juga berusaha melakukan pendekatan kepada para petani lain untuk turut mengedukasi dan melakukan kemitraan." ujar Didi, sambil menunjukan ladang labu Sirung Waluh-nya
Sarjana muda, yang baru saja lulus sebagai sarjana terapan pertanian di Polbangtan Bogor ini juga mengajak kepada generasi muda khususnya para milenial di Kabupaten Kuningan, agar dapat memanfaatkan dan memaksimalkan potensi pertanian yang ada.
"Karena potensi pertanian di Kabupaten Kuningan itu sebenarnya sangat luar biasa besar. Intinya kita harus mencoba berani memulai, harus ada niat, soalnya bidang pertanian itu selalu dilirik sebelah mata, kotor-kotoran, macul, tapi sebenarnya pertanian itu cakupannya sangat luas. Apalagi dengan berbagai perkembangan moderniasasi saat ini" Imbuhnya.
Bagi komunitas atau siapa pun yang tertarik berkunjung sekaligus belajar di Sirung Waluh, lanjut Didi dirinya sangat menyambut hal tersebut. Sebab sudah menjadi tugasnya, selain wirausaha di bidang pertanian, Sirung Waluh juga punya kewajiban, memberi penyuluhan, serta edukasi.
"Kaum muda itu jangan nyaman menjadi kaum rebahan saja, tapi marilah kita bersama menjadi kaum yang membawa perubahan." Ajak Didi penuh semangat.
Sebelumnya, 4 Desember lalu, Didi Kurniasandi juga sempat membagikan kisahnya menjadi narasumber di acara Kementerian Pertanian RI, sebagai Petani Milenial Labu Madu.
(Dede)
0 Comments