Recent Tube

Mendengarkan Megaswara 89.8 Fm

[Cerpen] Cerita dan Kenangan

For mania mega:


“Nek, kalau aku wisuda nanti, nenek harus hadir yah.” Pintaku kala itu.

“Siap untuk cucu nenek apa sih yang tidak.” Jawab nenek yang membuat air mataku tak mamapu lagi dibendung. 

...

Aku masih mematung memerhatikan jarum jam yang terus berputar tanpa lelah, mendengarkan setiap ketuknya, rasanya waktu begitu cepat dari detik ke menit, menit ke jam, jam ke hari, hari ke minggu dan seterusnya hingga aku tersadar bahwa banyak waktu yang aku sia-siakan, termasuk waktu bersama nenek dan kedua orangtuaku.

Sejak kecil aku memang sudah ditinggalkan kedua orangtua ku, karena mereka bekerja di luar kota. Kira-kira sejak aku masuk SD, bisa dibayangkan bagaimana melihat teman-teman pada saat diantar oleh ibu atau ayahnya, sedangkan aku? Ya, aku berangkat sendiri tanpa diantar oleh siapapun, untung saja jarak dari rumah ke sekolah tidak begitu jauh, jadi aku tidak takut diculik atau apapun itu.

“Cucu nenek harus berani yah.” Begitu pesan nenek pada saat itu dan sampai saat ini diusiaku yang ke 20, yang sedang menempuh jenjang S1 di salah satu perguruan tinggi di tempat tinggalku, pesan itu masih terbayang dan selalu menjadi motivasiku untuk lebih berani dalam menggapai cita-cita. Nenek adalah wanita terhebat yang aku punya selain ibu. Bagiku nenekku pahlawanku. Aku ingat betul pada saat itu aku sedang berada di kebun bersama beliau,

“Nek kalo nanti Lena udah sukses, Lena mau berangkatkan nenek ke haji doain Lena ya nek.”

“Alhamdulillah, semoga Allah memudahkan impianmu nak, aamiin.”

Memang benar bahwa usia tidak bisa dibohongi, tangannya yang dulu kekar menggendongku, sekarang kekuatannya berkurang. Ah tapi tidak, tidak, buktinya pekerjaan rumah pun selalu dibantu oleh nenek, padahal aku sudah sering mengingatkan nenek untuk tidak perlu ikut membantuku dalam mengerjakan urusan pekerjaan rumah tapi nenek tidak mendengarkan apa yang aku katakan.

“Gapapa nak, itung-itung nenek olahraga. Kasihan juga cucu nenek kalau harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, belum lagi kalau kamu pulang kuliahnya malam, pasti capek. Nenek bosan kalau nonton televisi terus-terusan.” Begitu katanya jika aku memergoki nenek yang sedang bekerja menyelesaikan pekerjaan rumah.

Aku ingin seperti nenek dan ibu. Mereka tidak kenal lelah, mereka selalu bersemangat, mereka cantik, mereka ah mereka duniaku. Tapi akhir-akhir ini nenek kelihatan seperti sedang menahan sakit, aku coba mengantarnya pergi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan nenek, karena paman dan ke 6 anak nenek tidak sedang berada di rumah melainkan di luar kota sedang bekerja.

“Cucu nenek capek pasti yah udah seharian nungguin nenek di rumah sakit.” Kata nenek membuyarkan lamunanku. Ya, ternyata kata dokter nenekku harus dirawat karena penyakit yang diderita harus segera ditangani.

“Tidak nek, aku hanya sedang memikirkan nenek agar cepat sembuh, jangan sakit terus biar Lena aja yang sakitnya yang nanggung semua sakitnya nenek.” Jawabku, hingga tak terasa tiba-tiba air mata menetes di kedua belah pipiku.

Baru melihat nenek berbaring lemah di rumah sakit dengan alat infus saja rasanya sudah tidak ada gairah lagi dalam hidupku, padahal nenek yang sakit saja masih semangat untuk sembuh, ya memang itu harus karena obat dari sakit bukan dari obat atau oranglain, melainkan dari diri kita sendiri yang tidak pernah menyerah untuk sembuh.

Aku kalah dengan nenek dalam menjalani bahtera kehidupan, terkadang ketika baru capek pulang kuliah saja aku sudah mengeluh, berbeda dengan semangatnya nenek yang masih terus berkobar. Nenek mengidap penyakit liver, aku tidak mengerti akan penyakit itu yang ku tahu nenek sedang sakit perut sampai perutnya buncit seperti orang hamil, tentu sakit yang dialami nenek.

Sudah seminggu nenek dirawat di rumah sakit dan sekarang dokter mengizinkan untuk pulang. Ya, ini adalah kali kedua nenek dirawat di rumah sakit setelah bertahun-tahun penyakitnya yang dulu kini kambuh kembali. Aku tidak tega rasanya melihat nenek terus-terusan minum obat pahit yang sangat banyak, apa nenek mengeluh dengan harus meminum obat-obat pahit? Tidak, ia kelihatan baik-baik saja, ia kelihatan tidak merasakan pahit tapi aku tidak tahu di dalam hatinya nenek seperti apa karena tetap saja obat yang pahit tidak enak untuk dimakan.

Ramadhan kali ini dilalui nenek dengan kondisinya yang kurang baik, obat pahitnya harus dihabiskan setelah habis kontrol lagi dan diberi obat jika habis kontrol lagi diberi obat lagi, begitu siklus yang nenek sedang jalani saat ini. Meskipun nenek sedang tidak berpuasa, tetap saja beliau lah yang menyiapkan sahur atau menu berbuka untukku, dasar aku memang cucu tidak tahu diri, nenek yang sedang sakit masih saja tetap harus menyiapkan keperluan untukku, mafkan aku nek semoga aku bisa membalas semua kebaikan nenek. Meskipun nenek tidak berpuasa, tetapi ia tidak meninggalkan shalat terawih serta shalat malamnya, ah aku pun kalah dalam hal ini karena terkadang aku masih suka malas melaksanakan shalat tarawih maupun shalat malam.

“Meskipun fisik kita sakit, tapi hati kita tak boleh sakit dengan meninggalkan ibadah di bulan puasa kali ini, karena pada setiap bulan puasa pahala kita dilipat gandakan oleh Allah.” Kata nenek ketika ditanya perihal dirinya yang sakit tetapi tidak meninggalkan kewajibannya.

Aku tahu sebenarnya nenek merasakan sakit akan penyakit liver yang dideritanya, tetapi ia mampu menyembunyikan semua itu dari anak-anaknya dan dari aku. Aku merasa dekat bahkan sangat dekat dengan nenek, hingga aku tahu apa yang sedang disembunyikan oleh nenek perihal kesakitan akan penyakitnya.

Nenek kali ini pembohong, padahal ia mengajarkan ku untuk tidak menjadi orang yang suka berbohong, tapi kali ini nenek yang menjadi pembohong, kenapa tidak terus terang saja pada anak-anaknya perihal sakit yang dideritanya, agar anak-anaknya dapat terus selalu disamping nenek dikala butuh. Karena nenek selalu saja bicara tidak apa-apa ketika ditanya oleh anak-anaknya melalui telepon.

Setelah lebaran, di desa kami mempunyai tradisi yakni adanya acara tabligh akbar guna mempererat tali silaturahim antar warga. Alhamdulillah aku dan nenek berangkat ke acara tersebut dengan penuh semangat dan canda gurau.

“Nek, nenek bangga tidak kalau Lena bisa tampil di depan umum?” tanyaku ketika sedang berjalan bersama nenek. Pasalnya, pada 17 Agustus tahun lalu aku pernah menjadi pembawa acara pada peringatan HUT RI, juga pada kesempatan Isra Mi,raj aku diberi kepercayaan untuk menjadi pembawa acaranya.

“Waah tentu nenek bangga, cucu nenek mah hebat-hebat.” Jawab nenek sembari memelukku.

“Nek, kalau aku wisuda nanti, nenek harus hadir yah.” Pintaku kala itu

“Siap untuk cucu nenek apa sih yang tidak.” Jawab nenek yang membuat air mataku tak mamapu lagi dibendung.

“Ya Tuhan berikanlah kesehatan pada nenek, panjangkanlah umurnya aku ingin sekali terus didampingi oleh nenek sampai kapanpun, aku sangat sayang pada nenek aku tidak ingin kehilangannya, Tuhan.” Pintaku dalam hati.

Pagi ini nenek merasakan kembali sakit yang luar biasa hebat pada perutnya, tak tinggal diam aku langsung membawa nenek ke rumah sakit ditemani oleh anaknya yang kedua. Kenapa nenek harus dirawat lagi? Aku pikir sakitnya sudah hilang seiring obat yang sudah nenek minum selama bertahun-tahun.

Entah kenapa pikiranku mulai aneh-aneh memikirkan nenek yang saat ini sedang tertidur dengan alat infusnya. Aku heran, pada saat itu aku baru selesai perkuliahan dan memutuskan segera pergi ke rumah sakit, disana semua keluarga berkumpul termasuk ayah dan ibuku yang sudah lama tidak berjumpa.

“Ibu, ayah.” Teriakku saat aku tahu ada ayah dan ibu disana

“Lena anak ibu, ibu kangen nak.” Kata ibu sembari memelukku

“Ibu sama Ayah pulang kapan?

“Ibu sama Ayah pulang tadi pagi nak,” jawab ayah dengan mengelus kepalaku

Aku bertanya pada ibu mengapa tumben sekali semua keluarga berkumpul, biasanya berkumpul hanya pada saat lebaran saja, itupun tetap saja tidak lengkap seperti sekarang ini. “Kami rindu pada nenek, nak.” Hanya itu jawabnya

Dari hari ke hari kondisi nenek bukannya makin membaik tapi malah semakin turun sampai pada titik bahwa kesadaran nenek sudah hilang artinya nenek sudah tidak ingat lagi siapa-siapa, bahkan aku yang sangat dekat dengan nenekpun nenek tak ingat karena matanya yang terus terpejam.

“Mak bangun, ini ada Lena baru datang dari kampus langsung kesini, ini cucu emak.” Begitu ucap paman selaku anak ke 2 nenek sembari membisikan lewat telinganya. Aku heran, mengapa sampai segitunya paman berkata pada nenek, aku rasa nenek masih normal.

Aku melihat ada yang aneh dari tubuh nenek, ya selang oksigen di hidung nenek, aku juga melihat selang disaluran pencernaan nenek.

“Apa-apaan ini selang dimana-dimana, kasihan nenek ku kesakitan. Aku mohon lepaskan selangnya, aku tidak kuat melihat nenek yang harus memakai banyak sekali selang seperti ini,” teriakku pada salah satu perawat saat itu yang sedang mencoba membantu ibu memberi nenek obat kewat selang oksigen. Tetapi bukannya mencopotnya, perawat yang sedang membantu ibu malah diam saja tanpa menghiraukan aku.

Dari hari ke hari tak ada perubahan pada kondisi nenek, akhirnya kami memutuskan untuk membawa nenek pulang dengan kondisi yang amat memprihatinkan. Padahal aku rasa tak usah nenek dibawa pulang, biarkan di rumah sakit diobati oleh dokter tapi mengapa malah dibawa pulang? Aku tak tahu apa alasannya nenek dibawa pulang dengan kondisi yang sudah tidak sadarkan diri.

Rabu, kamis jumat tak ada perubahan sedikit pun pada kondisi nenek, anak dan cucu nenek selalu berada disampingnya sembari membaca lantunan ayat suci al-quran serta tak lupa pula selalu membisikkan syahadat dan istighfar dikedua telinga nenek. Tentu saja tangis tak bisa lagi dibendung mengingat keadaan nenek yang kian menurun.

Di hari Jumat ba’da shalat jum’at anak-anak nenek beserta cucu-cucunya termasuk aku berkumpul untuk membaca surah Yassin sambil berderai air mata, 1 kali nenek masih terpejam, 2kali tak ada respon apapun. Sebelum memulai membaca surah Yassin, aku dan yang lainnya disuruh oleh paman untuk meminta maaf kepada nenek dan membisikan kalimat syahadat serta istighfar di kedua telinganya

“Nenek pasti akan sembuh nenek kuat nenek hebat ayo nek buka mata nenek, katanya nenek mau lihat aku wisuda nanti, ko nenek ingkar janji. Ayo nek aku mohon buka mata nenek, aku sayang sekali sama nenek, aku gamau kehilangan nenek, nenek jangan ingkar janji. Nenek pasi bisa ngelewatin ini semua, nenek pasti sembuh.”

Ketika 3 kali surah Yassin dibacakan terjadi reaksi pada tubuh nenek, tenggorokannya seperti kelihatan amat sakit, nafasnya tersenggal-senggal, matanya terbuka tetapi tatapannya terlihat kosong, tangis pecah tak dapat dibendung lagi, anak-anak lelaki nenek langsung gesit membisikan syahadat Asyhaduala illahaillallah wa’asyhaduanna muhammadurasulullah serta istighfar Astaghfirullahaladzim dikedua telinganya dan membimbing nenek.

Aku tidak ingin melihatnya, aku tidak ingin melihat kejadiannya, aku tutup mataku aku tutup telingaku ah tetap saja suara jeritan tangis dari anak-anak nenek terdengar olehku, dan yang paling jelas adalah lantunan “INNALILLAHI WAINAILAIHI ROJIUN” yang artinya “Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kami kembali.”

Tak ada lagi yang membangga-banggakan aku dengan kalimat cucu nenek ini cucu nenek itu, tak ada lagi senyuman yang meneduhkan dari nenek, tak ada lagi ini tak ada lagi itu ah selama 20 tahun hidup bersama nenek tentu banyak sekali cerita, banyak sekali hal-hal yang dilalui bersama.

Aku baru ingat ternyata ramadhan kemarin adalah ramadhan terakhir bersama nenek, juga berangkat ke pengajian terakhir bersama nenek. Rasanya baru kemarin ya nek kita ketawa ketiwi bareng, nenek ngeledekin aku gara-gara aku belum punya pasangan dan yang lainnya. Sekarang nenek udah sehat yah, tidak merasakan lagi sakit, tidak harus minum obat pahit yang meyebalkan lagi. Tenang disana ya nek, doain aku supaya bisa menggapai impian-impianku. Aku harus kuat seperti nenek. Istirahat yang tenang ya nek, kami selalu sayang nenek. We always love you.

Suganangan, 2 Juni 2018

___________

Penulis : Aldita Widiati

Editor : Dede


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

close