Recent Tube

Mendengarkan Megaswara 89.8 Fm

Sapardi Djoko Damono, Pendidik dan Sastrawan Indonesia yang Melegenda

For mania mega:

Megaswara Kuningan - Penyair legendaris Indonesia Sapardi Djoko Damono (SDD) telah meninggal dunia, Minggu (19/7/2020) sekitar pukul 09:17 WIB di Eka Hospital, Tangerang Selatan. Selama ini almarhum dikenal sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia seni dan sastra modern Indonesia.

Tidak hanya sebagai penyair, SDD juga dikenal sebagai pendidik, dosen, pengamat sastra, kritikus sekaligus pakar sastra. Ia lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940, putra pertama dari pasangan Sadyoko dan Saparian.

Di kota kelahirannya itu SDD menghabiskan masa mudanya. Mulai menulis sejumlah karya untuk kemudian dikirimkan ke majalah-majalah sejak SMP hingga lulus SMA sekitar tahun 1958.

Menjelang dewasa SDD rupanya memiliki pemikiran yang realistis bahwa hanya dengan sastra saja tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari itu, ketika ditawari menjadi dosen dan membuka jurusan Sastra Inggris di IKIP Malang, ia pun menerimanya.

Di universitas tersebut, ketika umurnya baru 23 tahun ia diangkat menjadi dosen. Selama kurang lebih 4 tahun, ia mengabdi di sana. Kemudian pada 1968, ia memutuskan untuk pindah ke Semarang. Di sinilah ia kemudian menjadi dosen tetap di Fakultas Sastra-Budaya Universitas Diponegoro.

Pengarang Mantra Orang Jawa ini memang mempunyai jiwa yang bebas sehingga berkutat pada satu tempat saja membuatnya cepat bosan. Pada tahun 1974, ia kemudian pindah ke Jakarta untuk semakin mengembangkan kariernya.

Pada awalnya, datangannya ia ke ibu kota itu untuk menjadi direktur pelaksana Yayasan Indonesia. Akan tetapi, SDD kemudian mendapatkan tawaran untuk menjadi dosen tetap di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI).

Rupanya, pria yang akrab disapa eyang ini sudah menemukan tempat yang nyaman untuk mengembangkan kariernya di UI. Kariernya sebagai dosen pun semakin menanjak. Ia pernah menjabat sebagai pembantu dekan III dan I pada tahun 1979–1996. Setelah itu, ia menjabat sebagai dekan Fakultas Sastra UI selama tiga tahun yang berakhir pada tahun 1999.

Pada tahun 2005, SDD pun memasuki masa pensiun kemudian diangkat menjadi Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya di UI. Setelah pensiun pun, ia tetap mengabdikan dirinya untuk mengajar sebagai dosen tamu di beberapa tempat, seperti Universitas Padjajaran Bandung, Universitas Diponegoro, dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Sedangkan untuk karier di dunia sastra, dapat dikata SDD sudah memulainya sejak dibangku SMP. Namun hasil karya pertama SDD yang dikirimkan ke media cetak bukanlah puisi, melainkan cerpen.

Waktu itu, ia menjajal mengirimkan sebuah cerpen ke redaksi majalah berbahasa Jawa, Panjebar Semangat. Akan tetapi, hasil karyanya itu ditolak oleh redaktur yang menilai ceritanya tidak masuk akal. Padahal, kisah yang ditulisnya itu merupakan kejadian nyata yang ia alami.

Meskipun ditolak, hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk menulis. Hingga kemudian pada saat dirinya duduk di bangku kelas 2 SMA, ia mulai menulis puisi dan mengirimkannya ke beberapa media cetak dan kemudian berhasil diterbitkan oleh salah satu media cetak di Semarang.

Penulis Hujan Bulan Juni ini semakin rajin untuk mengirimkan karya-karyanya ke beberapa media cetak di berbagai kota. Karena mendapatkan respon yang positif dari para penikmat sastra, ia pun jadi bersemangat dalam menghasilkan karya-karya yang lebih baik lagi.

Dikarenakan namanya sering muncul di media cetak, sebelum masuk kuliah pun, SDD sudah dikenal di mana-mana. Hebatnya lagi, sebuah sajak yang dibuatnya pada saat berusia 17 tahun digunakan sebagai sajak wajib pada pertemuan Kesenian Nasional Indonesia.

Beberapa penghargaan pun pernah disandangnya, termasuk SEA Write Award di tahun 1986 dan Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Sajak-sajak pujangga yang menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai 2 anak ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah.

Karya-karyanya tidak saja berupa puisi namun juga berupa cerpen. Selain itu, juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing, menulis esai, serta menulis kolom dan artikel di sejumlah surat kabar.

Beberapa karya puisi SDD yang sangat populer adalah Aku Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari.

Dihimpun dari berbagai sumber

(Dede)


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

close