megaswarakuningan.com
Tanggal 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan ini ditetapkan pada tanggal lahirnya bapak pendidikan Indonesia, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, atau lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara.
Soewardi, merupakan tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dimasa mudanya ia seorang penulis dan wartawan di berbagai surat kabar, seperti De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonialisme.
Melalui salah satu tulisannya ia pun pernah dibuang dalam pengasingan bersama 2 orang sahabatnya Ernest Douwes Dekker, dan Tjipto Mangoenkoesoemo.
KALAU SAYA SEORANG BELANDA atau dalam bahasa Belanda ALS IK EENS NEDERLANDER WAS adalah tulisan yang mengantarkan Soewardi dalam pengasingan. Artikel ini ditulis sebagai kecaman atas rencana pemerintah kolonial yang akan membuat pesta besar-besaran, peringatan bebasnya Belanda dari penjajahan Prancis. Sebuah ironi, dimana peringatan tersebut akan digelar di negeri yang masih dijajah Belanda sendiri.
Tulisan ini dimuat dalam surat kabar De Express pada 13 Juni 1913. Tulisan itu sangat tajam mengkritik dan menyindir tingkah laku kolonialis Belanda di tanah jajahannya.
Artikel ini diawali dengan maklumnya Soewardi pada rencana Peringatan Kemerdekaan Belanda. Ia mengatakan bahwa rencana tersebut merupakan tanda kecintaan orang Belanda kepada tanah airnya. Ia juga menyamakan perasaan itu dengan apa yang ia rasakan sendiri terhadap tanah airnya.
“Saya mudah menangkap rasa gembira yang keluar dari hati patriot Belanda masa sekarang, yang dapat merayakan jubileum semacam itu. Karena saya juga seorang patriot, dan seperti juga dengan orang Belanda yang benar-benar mencintai tanah airnya, begitu pula saya cinta pada tanah air saya, lebih dari yang dapat saya katakan” ungkap Soewardi dalam pembukanya.
Ia pun melanjutkan bahwa perayaan kemerdekaan Belanda akan meluapkan kegembiraan yang luar biasa. Lengkap dengan berkibarnya bendera triwarna, menggaungnya lagu ‘Wilhelmus’ dan ‘Wien Beerland Bloed’ sepanjang hari, pesta-pesta dan berseliweran kenangan perjuangan di masa lampau.
“Tetapi tidak, sungguh tidak! Apabila saya seorang Belanda, saya tidak akan sanggup berbuat segala-galanya. memang saya berkehendak supaya pesta kemerdekaan yang akan datang itu diorganisasi seluas-seluasnya, tetapi saya tidak mau kalau bumiputra negeri ini ikut serta merayakan, saya akan melarang mereka ikut riang gembira pada pesta-pesta itu, malahan saya ingin sekali memagari tempat-tempat keramaian itu, supaya tak ada seorang bumiputra pun dapat melihat kegembiraan kita yang meluap-luap pada peringatan hari kemerdekaan itu” timpal Soewardi.
Dalam tulisannya Soewardi pun mengungkapkan fakta ketidak pantasan dan ketidak etisan pemerintah kolonial yang menyuruh bumiputra untuk ikut menyumbangkan uangnya sebagai keperluan penyelenggaraan pesta.
“Sejalan dengan pendapat ini bukan saja tidak adil melainkan juga tidak pantas apabila bumiputra disuruh menyumbangkan uang untuk keperluan dana pesta itu. Sudahlah mereka dihina dengan maksud mengadakan perayaan kemerdekaan Nederland itu, sekarang dompet mereka dikosongkan pula. Itulah suatu penghinaan moril dan pemerasan uang!”
Soewardi berandai-andai jika Ia seorang Belanda tentunya ia akan merasakan beban moral yang amat sangat ketika merayakan pesta tersebut.
Segala upaya akan dilakukan untuk mengatakan bahwa penghinaan ini akan membuat bangsa Hindia naik darah, dan tentunya akan merugikan pemerintah kolonial sendiri.
“Kalau saya sorang Belanda, sekarang pada saat ini, saya akan memprotes tentang maksud perayaan itu. Saya akan menulis dalam segala surat kabar bahwa itu salah, saya akan menasihati sesama kaum penjajah, bahwa berbahaya di waktu sekarang mengadakan pesta kemerdekaan, saya akan mendesak kepada segala orang Belanda supaya jangan melukai perasaan bangsa Hindia Belanda yang mulai bangun dan sadar itu agar supaya ia jangan sampai naik darah. Sungguh, saya akan memprotes dengan segala tenaga yang ada pada saya”.
Dan lagi Soewardi kembali pada kenyataan bangsanya.
“Tetapi………saya ini bukan orang Belanda, saya cuma putra negeri tropika ini yang berkulit warna sawo, seorang bumiputra jajahan Belanda ini, dan karena itu saya tidak akan memprotes.”
Artikel ini disusun Soewardi sebagai bukti bahwa perlawanan terhadap ketidakadilan tidak hanya bisa dilawan dengan bentrok fisik. Tapi melalui gagasan, tulisan, dan paparan fakta sederhana dapat menggetarkan satu kekuatan yang pernah jaya selama 3 abad lamanya.
Artikel dengan panjang hampir 5 lembar HVS (dimasa sekarang) itu kemudian disimpulkannya kedalam 2 kalimat sederhana.
“kalau saya seorang Belanda, saya tidak akan merayakan jubileum seperti itu disini dalam suatu negeri yang kita jajah. Beri dahulu bangsa yang terjajah itu kemerdekaannya, barulah merayakan kemerdekaan itu sendiri”
Selamat Hari Pendidikan Nasional!
(Dede)
0 Comments