Pandemi
Corona (COVID-19) di Indonesia berimbas kesegala hal. Tidak hanya ekonomi,
dunia pendidikan pun ikut terdapak.
Imbas
dari mewabahnya COVID-19 akhinya menerbitkan sebuah aksi penandatanganan petisi
dari mahasiswauntukKemendikbud agar segera menghapuskan skripsi sebagaitugas
akhir mahasiswa, dan segera menerbitkan kebijakan pengganti penyelesaian
skripsi.
Petisi
tersebut dapat diakses melalui situs change.org dengan judul “Kemendikbud_RI:
Karena COVID-19 Bebaskan Biaya Kuliah & Tugas Akhir Mahasiswa Semester
Akhir”.
Petisi
ini dibuat oleh Fachrul Adam tak lama setelah pemerintah menerbitkan imbauan social
distancing guna menekan penyebaran wabah COVID-19. Dimana ‘Kerja di Rumah’
dan ‘Belajar di Rumah’ akhirnya diberlakukan.
Menurut
Fachrul dalam kata pengantarnya mengatakan bahwa proses perkuliahan secara
daring tidaklah efektif. Terlebih bagi mahasiswa tingkat akhir yang diharuskan
terjun ke lapangan dalam rangka penelitian untuk tugas akhir.
“Bagi
kami mahasiswa semester akhir, harus melakukan pengumpulan data baik di kampus
maupun di lapangan untuk melengkapi tugas akhir kami. Tentunya ini semua
menjadi kendala besar yang tidak dapat diselesaikan melalui proses daring
(dalam jaringan). Bisa jadi, keinginan kami untuk menyelesaikan kuliah ditahun
ini harus tertunda, karena tidak lengkapnya bahan yang dibutuhkan untuk
penyelesaian tugas akhir ini”.
Fachrul
dalam narasi tersebut kembali menjelaskan ditengah kondisi ekonomi yang tidak
stabil seperti sekarang, ia dan jugakawan mahasiswa lain, tentunya tidak ingin
menjadi beban bagi orangtua dengan membayar biaya kuliah untuk semester
selanjutnya.
Pada
dasarnya petisi ini memuat tiga tuntutan, mengenai biaya kuliah, tugas akhir,
dan perpanjangan masa studi. Berikut merupakan kutipan isi petisi tersebut:
“Pertama
untuk dapat membebaskan kami dari biaya kuliah. Kedua, untuk menerbitkan
kebijakan pengganti penyelesaian skripsi sehingga kami tetap bisa menyelesaikan
tugas akhir tanpa harus menundanya hingga semester depan. Dan ketiga, memberikan perpanjangan masa studi maksimal
untuk angkatan 2013”.
Dalam
kurun waktu satu pekan, pertanggal 03/04/2020 petisi ini pun sudah ditanda
tangani sebanyak 45.081 tanda tangan. Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit.
Banyak yang sependapat dengan Fachrul, seperti yang diutarakan beberapa
warganet dalam kolom komentar petisi tersebut.
“Jika
UN dapat ditiadakan, mengapa skripsi/tesis/disertasi tetap dilanjutkan? Harus
adil dong. Karena pandemi Corona ini, bimbingan tidak dapat dilakukan. Kalau
pun via online, sangat tidak efektif. Tolong kepada pemerintah khususnya
menteri Kemendikbud untuk meniadakan skripsi/tesis/disertasi agar kami dapat
lulus tepat waktu” ungkap Edrian Gontor.
“Karena
saya mau lulus tepat waktu dan bisa meringankan beban orang tua agar tidak
membayar semester berikutnya” kata Erfi Rahmawati warganet lainnya.
Selain
itu, pendapat yang sama pun di utarakan salah seorang mahasiswa tingkat akhir
di Universitas Kuningan, Dulhalim. Ia menjelaskan bahwa penyuaraan petisi
tersebut merupakan angin segar bagi para mahasiswa tingkat akhir di tengah
pandemi COVID-19 ini.
“Karena
bagaimana pun dalam pandemi seperti ini mahasiswa disulitkan oleh ruang lingkup
penelitian yang sempit dan bahkan bisa membahayakan. Misalnya teman-teman
mahasiswa yang mengambil penelitian di sekolah. Sementara itu mahasiswa sendiri
juga dikejar waktu untuk menuntaskan penelitiannya” Ungkap Dulhalim.
Petisi
sendiri merupakan pernyataan yang disampaikan kepada pemerintah untuk meminta
agar pemerintah mengambil tindakan terhadap suatu hal.
Dilansir
dari laman ayobandung.com, pada tahun 2018 setidaknya terdapat tujuh kasus di
Indonesia yang berhasil dimenangkan oleh petisi change.org. Diantaranya, kasus
perusahaan pembakar hutan di Rawa Tripa Aceh,perusahaan divonis bersalah dan akhirnya
dikenakan denda sebesar Rp366 miliar oleh Mahkamah Agung (MA). Petisi ini ditandatangani
220.000 orang.
Kemudian,
pengesahan Undang-Undang (UU) MD3, oleh DPR.Lebih dari 240.000 menandatangani
petisi ini. Lalu mengenai maraknya perburuan burung Cendrawasih sebagai
aksesoris, membuat burung asli papua itu hampir punah. Didukung oleh 335.000
orang
Dan
terakhir, petisi pada kasus revisi UU KPK dengan 179.000 tanda tangan. Walau
begitu petisi yang berjudul ‘Indonesia Bersih, Presiden Tolak Revisi UU KPK!’
itu pada akhirnya ditolak oleh Presiden Jokowi.
Pada
dasarnya petisi online yang sering disuarakan di Indonesia belumlah memiliki
regulasi yang pasti. Namun bukan berarti petisi online tidak dapat
mempengaruhi. Diluar itu semua, menyuarakan realitas dan kebenaran atas apapun
yang terjadi memang patut terus digaungkan.
(Dede)
0 Comments